STRATEGI SUNTZU
Jauh sebelum para pakar-pakar pemasaran menemukan teori-teori praktis
pemasaran seperti saat ini, dunia persilatan ini pernah memiliki seorang ahli
strategi perang yang ide dan gagasannya kemudian mengilhami banyak
pemikiran dalam dunia marketing. Dialah SUN TZU, pria kelahiran 2.500 tahun
lalu yang memiliki kemampuan dalam menciptakan falsafah yang justru
semakin relevan dengan dunia marketing saat ini. Walaupun demikian, Sun
Tzu bukanlah seorang paranormal. Ajaran-ajaran tentang strategi perang
ditujukan untuk kondisi pada masa itu, di mana negerinya banyak terlibat
peperangan. Tapi Sun Tzu mungkin tidak pernah menyadari bahwa ajarannya
itu justru memiliki dampak yang jauh lebih besar pada era modern seperti
sekarang ini. Ajarannya tidak hanya dijadikan sebagai salah satu mata
pelajaran di sekolah militer, tetapi bahkan dipergunakan di berbagai bidang,
mulai dari ekonomi, politik, corporate strategy, human resource, finance,
bahkan sampai dipakai sebagai cara untuk mendidik anak juga.
Siapakah sebenarnya Sun Tzu? Dan mengapa ajarannya begitu berpengaruh?
Bagaimana relevansinya dengan dunia pemasaran atau bidang lainnya yang
terkait seperti selling, customer service, distribusi, promosi, dan lain-lainnya?
Marilah kita simak ulasan mading MQC kali ini dengan seksama, OK ?
Pria yang bernama asli SUN WU ini diperkirakan lahir pada tahun 544 SM dan
merupakan seorang panglima perang di masa pemerintahan raja Helu dari
kerajaan Wu, yang memerintah pada tahun 510 SM. Setelah menulis The Art
of War, Sun Tzu diminta oleh seorang raja dari kerajaan Wu untuk
mendemostrasikan keahliannya melatih pasukan militer. Sayangnya sang raja
kemudian tidak sempat melihat keberhasilan Sun Tzu membawa kejayaan
negerinya, lantaran keburu wafat. Namun demikian, Sun Tzu memegang
kendali militer kerajaan Wu. Di tangannyalah kerajaan ini, yang kemudian
dipegang oleh raja Helu, menjadi negara yang paling kuat pada zaman
tersebut. Sun Tzu diperkirakan meninggal pada tahun 496 SM. Namun
demikian, kejayaan kerajaan Wu masih terus berlanjut. Sekalipun telah
meninggal, ajaran Sun Tzu terus berkembang di negeri Cina dan cukup
mempengaruhi pemikiran-pemikiran di Cina selanjutnya. Ajaran ini masuk ke
pola pemikiran barat setelah dibawa oleh seorang pastur Jesuit pada tahun
700an. Naskah asli Sun Tzu sendiri mulai diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris pada tahun 1905 oleh Calthrop, dan pada tahun 1910 oleh Lionel Giles,
serta disempurnakna oleh Samuel Griffith –seorang Jendral AS yang
menerbitkan buku Art of War pada tahun 1960an.
Bisnis adalah perang, karena pada dasarnya menjalankan bisnis adalah
menjalankan strategi bertahan, menyerang dan menaklukan musuh. Itulah
sebabnya, banyak sekali falsafah perang yang kemudian diterapkan dalam
strategi bisnis. Demikian halnya dengan teori pemasaran, pakar pemasaran
seperti Philip Kotler pun memasukkan teori perang dalam bukunya seperti
flanking strategy, guerilla strategy, defending strategy, dan attacking strategy
(silahkan baca buku Marketing Management, Philip Kotler). Bicara masalah
perang, sebuah kitab karangan Sun Tzu menjadi karya strategi perang paling
mahsyur dan paling berpengaruh di dunia. Bing Fa atau The Art of War,
demikian jika diterjemahkan dalam bahasa Inggris, merupakan falsafah
perang yang tidak hanya menjadi buku panduan perang, tetapi juga menjadi
dasar pembuatan strategi bisnis di banyak perusahaan. Dalam berperang,
Riwayat
Sun Tzu
Penerapan
Sun Tzu
falsafah Sun Tzu ini banyak dipergunakan sebagai strategi berperang di Cina,
Vietnam, dan Jepang. Di Eropa, menurut legenda, keberhasilan Napoleon
Bonaparte menguasai Eropa adalah berkat menggunakan strategi perang ala
Sun Tzu. Ajaran ini kemudian menjadi bahan pembelajaran dalam perang
modern. Pemikiran Jendral-jendral besar di Amerika Serikat seperti Patton,
banyak dipengaruhi ajaran yang lahir 500 tahun Sebelum Masehi (SM) ini.
Bahkan beberapa buku yang beredar di Amerika Serikat percaya bahwa
strategi Sun Tzu bisa diandalakan dalam perang melawan teroris.
Falsafah perang kemudian juga dipergunakan oleh para pebisnis. Tidak kurang
eksekutif top dunia semacam Jack Welch menjalankan ajaran Sun Tzu. Ajaran
ini tidak hanya dipergunakan dalam strategic management, tetapi juga di
bidang lain seperti sumber daya manusia, penjualan, pemasaran, customer
satisfaction, finance, hingga dipergunakan pada program self motifation. Itulah
sebabnya, di luar negeri banyak sekali pelatihan dan konsultasi bisnis yang
mengadopsi falsafah kuno Sun Tzu sebagai frame worknya.
Lalu mengapa Sun Tzu bisa menjadi ajaran yang begitu berpengaruh di dunia?
Dr. Foo Check Teck, pengarang buku Organizing Strategy: Sun Tzu Business
Warecraft, mengatakan bahwa kekuatan dari ajaran Sun Tzu adalah
kemampuannya menembus batas-batas zaman hingga kini, bahkan mungkin
hingga tidak ada lagi yang namanya peperangan di dunia ini.
Marketing memang identik dengan peperangan. Keberhasilan strategi militer
mengilhami konsep-konsep yang melahirkan suksesnya pemasaran.
Karenanya, beberapa “jurus” Sun Tzu sangat relevan diterapkan dalam dunia
pemasaran. Strategi merupakan kata yang acap kali mendapatkan perhatian
dalam pemasaran. Pada hakikatnya, strategi (how) adalah cara mencapai
suatu tujuan (what). Sementara dalam marketing strategy, pemasaran justru
bertujuan untuk menyeleksi, melayani, dan memuaskan pelanggan dalam
kondisi yang menguntungkan. Maka dari strategi itu, strategi pemasaran
merupakan cara dari sebuah perusahaan untuk meraih tujuannya, yang
mencakup studi segmentasi, analisis kompetitif, dan taktik marketing mix 4P
(Product, Place, Price, Promotion).
Dewasa ini, berbagai tulisan telah mengulas persamaan antara strategi militer
dan strategi pemasaran. Para pengarangnya kerap menggunakan istilah
militer seperti “menyerang lebih dahulu”, “serangan kilat”, “daerah tak
bertuan”, “gerilya”, “rantai komando”, dan strategi lainnya. Sementara itu di
antara para ahli strategi perang, nama Sun Tzu diakui sebagai ahli strategi
militer terbesar. Sejumlah pemimpin militer sukses (seperti Jendral Patton)
dan eksekutif bisnis (seperti Jack Welch, mantan CEO General Electric), sukses
lantaran menerapkan ajaran Sun Tzu.
Sun Tzu mengatakan, “Dalam perang, strategi terbaik adalah merebut suatu
negara secara utuh. Memperoleh 100 kemenangan dalam 100 pertempuran
bukanlah suatu keahlian. Namun menaklukan musuh tanpa bertempur, itu
baru keahlian.” Karena tujuan bisnis adalah survive dan meraih untung, maka
kita harus merebut pasar. Hal ini mesti dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga pasar tidak hancur dalam prosesnya. Sun Tzu menyebutnya sebagai
Jurus-Jurus
Sun Tzu Dalam
Pemasaran
Sun Tzu Dalam
Pemasaran
Jurus #1 :
Menang Tanpa Bertempur
“menang tanpa bertempur”. Perusahaan bisa melakukannya denga beberapa
cara, seperti menyerang bagian pasar yang tidak terlayani. Jurus inilah yang
dipakai Yamaha Mio, yang semula para kompetitornya mengabaikan pasar
motor bebek untuk kalangan perempuan lantaran hanya memiliki pangsa
pasar yang kecil. Langkah ini ternyata membuahkan hasil karena menangkap
kebutuhan konsumen dari kalangan wanita yang mendambakan motor bebek
yang sesuai bagi wanita.
Pendekatan barat dalam persaingan bisnis biasanya lebih mengarahkan
perusahaan untuk menggelar strategi head on, serangan tertuju pada
kekuatan utama lawan. Gaya “macho” dalam strategi bisnis ini berujung pada
perang yang merugikan, di mana akhirnya pihak-pihak yang terlibat akan
menanggung biaya sangat tinggi. Sebaliknya, Sun Tzu justru mengarahkan
kita fokus pada kelemahan kompetitor, yang bakal memaksimalkan profit
karena dapat meminimalkan sumber daya yang digunakan.
“Pasukan itu ibarat air. Agar bisa mengalir, dia harus menghindari tempat
tinggi dan mencari tempat rendah. Makanya, hindarilah kekuatan dan
seranglah kelemahan lawan,” demikianlah petuahnya. Banyak orang yang
familiar dengan teknik SWOT sebagai cara untuk menganalisis situasi
perusahaan. Kebanyakan strategi pemasaran sudah menggunakan secara
implisit, namun tidak begitu sempurna karena kurang eksplisit. Perusahaan
sebaiknya menggunakan strategi “flanking” (menyerang sisi) terhadap pesaing
lewat diferensiasi, perluasan atau membentuk kembali kebutuhan
pelanggannya. Serangan bisa juga dilakukan ketika pesaing tak menduganya
sama sekali. Dalam hal ini terdapat sejumlah pertanyaan yang harus diuji,
yaitu bagaimana taktik yang dilakukan dalam menyerang kelemahan pesaing?
Apa titik rawan perusahaan kita? Dan bagaimana cara melindungi dan
mengurangi serangan lawan?
Inilah petuah Sun Tzu yang sangat terkenal: “Kenalilah musuhmu dan
kenalilah dirimu, niscaya Anda akan berjaya dalam ratusan pertempuran.”
Agar bisa tahu dan mengeksploitasi kelemahan lawan, butuh pemahaman
mendalam tentang strategi, kapabilitas, pemikiran, dan hasrat para
pemimpinnya; seperti juga pengetahuan yang dalam atas kekuatan dan
kelemahan diri kita sendiri. Penting juga untuk mengerti keseluruhan
persaingan serta tren industri di sekeliling. Dengan demikian kita bisa memiliki
feeling atas medan laga tempat di mana kita akan bertempur. Sebaliknya,
untuk menjaga agar kompetitor tidak memakai strategi yang sama melawan
kita, penting kiranya untuk menutupi dan merahasiakan rencana tersebut.
“Suatu perencanaan akan membuahkan hasil maksimal bila kita mempunyai
informasi yang tepat waktu, relevan, dan akurat,” begitu pendapat Khoo Keng
Jor, penulis Applying Sun Tzu’s in Marketing. Karenanya, memaksimalkan
kekuatan dalam mengumpulkan informasi itu sangat penting. Penggunaan
intelejen pasar (spy) yang jitu akan meningkatkan pengetahuan untuk
menyerang pasar dan mendiferensiasikan diri dalam mind share pelanggan.
Dan pada akhirnya, pemasar tidak bisa mengabaikan gerakan pesaing, lebihlebih
lagi tidak bisa mengabaikan kebutuhan pelanggan. Di dunia pemasaran
kini, kita mesti mengenal siapa pelangan kita, mengenal siapa musuh kita,
dan mengenal diri kita sendiri untuk dapat merebut kemenangan.
Jurus #2 :
Hindari Kekuatan Lawan & Serang Kelemahannya
Jurus #3 :
Gunakan Pengetahuan &Tipuan
Pemasar mesti bergerak cepat untuk dapat menguasai persaingan. Agar bisa
menggunakan pengetahuan dan tipuan secara penuh, Sun Tzu menyatakan
bahwa kita mesti mampu bertindak dengan kecepatan tinggi. “Bersandar apa
adanya tanpa persiapan merupakan kejahatan terbesar, persiapan terhadap
kemungkinan yang muncul adalah kebijakan terbesar.” Bergerak dengan cepat
bukan berarti mengerjakan secara tergesa-gesa. Kenyataannya, kecepatan
butuh persiapan matang. Mengurangi waktu yang diperlukan untuk mengambil
keputusan, mengembangkan produk, dan layanan pelanggan adalah hal
utama. Memahami reaksi kompetitor potensial terhadap serangan kita
merupakan hal yang juga penting.
Timing dan kecepatan sangat krusial dalam banyak industri, baik teknologi,
farmasi, dan barang konsumsi. Kemampuan membaca pasar dan meluncurkan
produk secara cepat, biasanya merupakan langkah utama dalam meraih mind
share dan market share. Dalam pasar produk teknologi, misalnya, tiga besar
penguasa pasar sering punya pangsa pasar berturut-turut 50%, 15%, dan
5%; tergantung pada siapa yang muncul pertama, kecanggihan teknologi,
serta yang punya superioritas dan fungsionalitas. Waktu peluncuran dan
kecepatan tidak mutlak penting bagi semua bisnis, karena tergantung pada
tahap daur hidup sebuah produk dan kedinamisan industri yang bersangkutan,
tapi sangat relevan pada produk baru atau arah strategi. Kecepatan ini mesti
dilakukan lewat persiapan yang matang dan membangun struktur tertentu
yang cerdas, prospektif, dan adaptif.
“Mereka yang ahli adalah mereka yang menggiring lawan menuju medan
pertempuran dan bukan sebaliknya,” kata Sun Tzu. Membentuk medan
persaingan berarti mengubah aturan kontes (rules of contest), membuat
persaingan sesuai dengan keinginan kita. Maka dari itu, kendali situasi harus
berada dalam genggaman kita, bukan pesaing. Salah satu cara melakukan
strategi ini ialah melalui penggunaan aliansi. Dengan membangun jaringan
aliansi, pergerakan kompetitor dapat dibatasi. Demikian pula, dengan
mengontrol titik-titik strategis dalam industri, kita bakal sanggup membuat
pesaing menari sesuai irama yang kita tentukan.
Sekarang co-marketing dan co-branding populer digunakan untuk menaikan
marketing relationship, pelengkap produk dan pengalaman yang lain. Menurut
Sun Tzu, membangun jaringan aliansi yang kuat merupakan cara untuk
membendung gerakan aktratif lawan. IBM misalnya, bermitra dengan 30 lebih
vendor aplikasi guna menghadang serangan pesaing dengan perangkat solusi
yang luas dan lengkap. Ketimbang merger dan akuisisi, aliansi mudah
dibentuk dan mudah pula bubar. Ini mengurangi resiko investasi serta
memberikan respon pasar dan persaingan yang cepat. Setiap marketing plan
yang strategis mesti melibatkan identifikasi, analisis, dan evaluasi dari aliansi
potensial untuk mengendalikan medan persaingan. Namun, sebelum
membentuk aliansi, perlu dikaji keuntungan apa yang kita peroleh dan
tawarkan kepada pihak lain dalam beraliansi.
“Bila pemimpin memperlakukan orang dengan kebajikan, keadilan, dan
kebenaran, serta mengangkat rasa percaya diri mereka; semua pasukannya
akan satu pikiran dan senang melayani.” Implementasi suatu strategi
memerlukan delegasi. Butuh seorang pemimpin spesial untuk mewujudkan
Jurus #4 :
Kecepatan & Persiapan
Jurus #5 :
Membentuk Lawan
Jurus #6 :
Pemimpin Berkarakter
konsep-konsep strategi ini dan memaksimalkan potensi karyawan. Sun Tzu
menggambarkan beberapa ciri dari seorang leader yang baik. Seorang
pemimpin harus bijak, tulus, ramah, berani, dan tegas. Pemimpin juga mesti
selalu memberikan contoh pada bawahannya. Hanya leader berkarakter yang
bisa merebut hati para karyawannya.
Seperti yang kita ketahui, kemampuan suatu perusahaan mendorong inisiatif
karyawannya merupakan hal yang amat penting. Hanya dengan demikianlah,
perusahaan tersebut bisa menyesuaikan strateginya, serta merespon
lingkungan kompetensi yang dinamis dan tuntutan pelanggan yang semakin
tinggi. Seperti yang dikatakan Sun Tzu, “Dalam perang sekarang, terdapat
seratus perubahan pada setiap langkahnya. Bila seseorang yakin ia mampu, ia
maju; bila ia menganggapnya sulit, ia bakal tertinggal.”
Jurus-jurus di atas telah dimanfaatkan sejak lama oleh kalangan militer dan
bisnis untuk membangun strategi kreatif dan mencapai kemenangan.
Pemikiran Sun Tzu tersebut dapat membantu untuk memprioritaskan pasar
dan menentukan fokus persaingan, yaitu seperti :
• Bagaimana mengeksploitasi kelemahan pesaing,
• Bagaimana membangun suatu tindakan yang akan membingungkan
lawan,
• Bagaimana menyiapkan dan meluncurkan inisiatif,
• Dan akhirnya bagaimana pemimpin berkualitas mencapai sukses
berkelanjutan.
Jika kita menggunakan secara tepat, niscaya sukses pun akan kita raih.
PERCAYALAH !!!
“Bisnis adalah perang, karena pada dasarnya menjalankan
bisnis adalah menjalankan strategi bertahan, menyerang dan
menaklukan musuh. Itulah sebabnya, banyak sekali falsafah
perang yang kemudian diterapkan dalam strategi bisnis”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar